Amalan
adalah buah dari ilmu. Seorang yang berilmu tidak dikatakan berilmu yang
sesungguhnya sampai dia mengamalkan apa yang dimilikinya. Sangat banyak dalil
yang menunjukkan perintah mengamalkan ilmu yang kita miliki. Di
antaranya:
Allah
عزّوجلّ berfirman:
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
Tunjukilah
kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat. (QS al-Fatihah [1]: 6-7)
Ayat
ini menunjukkan bahwa orang yang punya ilmu tetapi tidak beramal, sungguh dia
telah menyerupai kaum Yahudi yang mendapat murka dari Allah عزّوجلّ. Sebaliknya, orang yang beramal tetapi tanpa ilmu, sungguh dia
telah menyerupai kaum nasrani yang telah tersesat. Allah عزّوجلّ tidak menghendaki semua ini, bahkan kita diperintah untuk selalu
memohon petunjuk jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang telah diberi
nik-mat dengan mewujudkan ilmu dan amal, bukan jalan orang-orang yang dimurkai
dari kalangan Yahudi atau jalan orang-orang Nasrani yang
tersesat.
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ
يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barangsiapa yang
Allah kehendaki kebaikan, maka akan Allah pahamkan dia dalam
agama."
Imam
Ibnul Qayyim رحمه الله, ketika mengomentari hadits di atas, menuturkan, "Maksud
keutamaan dalam hadits ini adalah berilmu yang mengharuskan dia beramal. Jika
yang dimaksud hanya sekadar berilmu saja, maka hadits ini tidak menunjukkan
bahwa orang yang paham dalam agama mendapat kebaikan."
Al-Qur'an
dan Sunnah telah memberikan ancaman keras bagi orang tidak beramal padahal dia
punya ilmu, atau dia mengajak kebaikan dan beramal tetapi dirinya sendiri tidak
mengerjakannya. Sungguh ini adalah perkara yang tidak bermanfaat sama sekali. Di
antara dalil-dalil yang menunjukkan ancaman keras tersebut
adalah:
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلا تَعْقِلُونَ
Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir? (QS al-Baqarah [2]: 44)
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا
تَزُولُ قَدِمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ
خِصَالٍ؟ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ؟ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَفْلاَهُ؟
وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ؟ وَعَنْ عَلِمهِ مَاذَا عَمِلَ
فِيه؟ِ
"Tidak
akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari Kiamat hingga ditanya empat
perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa digunakan,
hartanya dari mana didapat dan ke mana disalurkan, serta ilmunya apa yang ia
perbuat."
Abu
Darda' رضي الله عنه mengatakan, "Aku khawatir pada hari Kiamat nanti
Allah akan memanggilku di hadapan para makhluk seraya mengatakan, "Wahai
Uwaimir, apa yang engkau kerjakan terhadap ilmu yang engkau
punya?"
Khathib
al-Baghdadi رحمه الله berkata, "Aku wasiatkan kepadamu, wahai penuntut ilmu, untuk
mengikhlaskan niat ketika belajar, mengorbankan jiwa untuk mengamalkan tuntutan
ilmu tersebut, karena ilmu ibarat pohon dan amalan adalah buahnya. Tidaklah
orang itu dianggap alim bila tidak mengamalkan ilmunya. Janganlah engkau lupa
beramal selama engkau bergelut dengan ilmu, tetapi gabungkanlah keduanya, ilmu
dan amal. Sedikit dari ilmu dan disertai sedikit dari amalan lebih selamat
dampaknya. Maksud dari ilmu adalah untuk diamalkan, sebagaimana maksud dari
beramal adalah menggapai keselamatan, apabila dia meremehkan beramal dari
ilmunya, maka itu akan membawa petaka bagi pemiliknya. Kita berlindung kepada
Allah سبحانه و تعالى dari ilmu yang membawa petaka, mewariskan kehinaan yang menjadi
harta curian bagi pemiliknya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar