Nama dan Nasab:
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin
Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau
seorang komandan pasukan di Khurasan di bawah kendali Dinasti Abbasiyah.
Kakeknya mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa
Dinasti Abbasiyah menjadi da’i yang kritis.
Kelahiran Beliau:
Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada bulan
Rabi’ul Awwal tahun 164
Hijriyah. Beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena
bapaknya meninggal dunia saat beliau masih berumur belia, tiga tahun. Meski
beliau anak yatim, namun ibunya dengan sabar dan ulet memperhatian pendidikannya
hingga beliau menjadi anak yang sangat cinta kepada ilmu dan ulama karena itulah
beliau kerap menghadiri majlis ilmu di kota kelahirannya.
Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al
Qur’an hingga beliau hafal
pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal
sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar
ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.
Keadaan fisik beliau:
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah
melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga
tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam.
Beliau senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai
kain.
Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna
coklat (sawo matang)”
Keluarga beliau:
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan
mendapatkan keberkahan yang melimpah. Beliau melahirkan dari istri-istrinya
anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih.
Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
Kecerdasan beliau:
Putranya yang bernama Shalih mengatakan,
Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh
tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan,
Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu
tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau
sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya?
Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih
ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan
kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi
tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal
hafal satu juta hadits”.
Pujian Ulama terhadap beliau:
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu,
sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak
terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih
dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa
dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau
sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya”.
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam
delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam
Al Qur’an, Imam dalam
kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu
Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang
terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Kezuhudannya:
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan
kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan
tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan
barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar,
“Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
Tekunnya dalam ibadah
Abdullah bin Ahmad berkata, “Bapakku
mengerjakan shalat dalam sehari-semalam tiga ratus raka’at, setelah beliau sakit dan tidak mampu
mengerjakan shalat seperti itu, beliau mengerjakan shalat seratus lima puluh
raka’at.
Wara’ dan menjaga harga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang
seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun
beliau menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima
ratus dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah
ada yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau
menerimanya.
Tawadhu’ dengan kebaikannya:
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat
orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima
puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang
ada padanya kepada kami”.
Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin
bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan
popularitas”.
Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah
melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam
Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya
terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap
orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat
memuka kharismanya”.
Beliau pernah bermuka masam karena ada
seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan
kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi
katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku,
siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq
yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan
sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan,
“Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari
Abdirrazzak”.
Hati-hati dalam berfatwa:
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada
beliau, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi
mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau menjawab, “Tidak cukup”. Hingga
akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits?” beliau menjawab.
“Saya harap demikian”.
Kelurusan aqidahnya sebagai standar
kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan,
“Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”.
Sufyan bin Waki’ juga
berkata, “Ahmad di sisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia
adalah orang fasik”.
Masa Fitnah:
Pemahaman Jahmiyyah belum berani
terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan
Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang
mengatakan bahwa Al Qur’an
adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid, baru
setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada
kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil
menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya
adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk
mengatakan bahwa Al Qur’an
makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada
ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan
bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan
pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya
penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan
apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang
membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat
dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian
menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi
Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari
agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan
kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam
menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya
belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad
bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat
dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan
tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah
ilmunya. Beliau mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah
mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh
seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran
maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku
bertambah kuat”.
Ahli hadits sekaligus juga Ahli
Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari
orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli
hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki
pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah,
beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan
wara’ beliau menyamai
Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan
Syu’bah, Yahya Al Qaththan
dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana
mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Guru-guru Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak
ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di
antara mereka adalah:
- Ismail bin Ja’far
- Abbad bin Abbad Al-Ataky
- Umari bin Abdillah bin Khalid
- Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
- Imam Asy-Syafi’i.
- Waki’ bin Jarrah.
- Ismail bin Ulayyah.
- Sufyan bin ‘Uyainah
- Abdurrazaq
- Ibrahim bin Ma’qil.
Murid-murid Beliau:
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam
Ahmad bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya,
yang paling menonjol adalah:
- Imam Bukhari.
- Muslim
- Abu Daud
- Nasai
- Tirmidzi
- Ibnu Majah
- Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
- Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
- Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
- Keponakannya, Hambal bin Ishaq, dan lain-lainnya.
Wafat beliau:
Setelah sakit sembilan hari, beliau
Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas
Rabi’ul Awwal 241 H pada
umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan
enam puluh ribu pelayat perempuan.
Karya beliau sangat banyak, di
antaranya:
- Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
- Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini hilang”.
- Kitab Az-Zuhud
- Kitab Fadhail Ahlil Bait
- Kitab Jawabatul Qur’an
- Kitab Al Imaan
- Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah
- Kitab Al Asyribah
- Kitab Al Faraidh
Terlalu sempit lembaran kertas untuk menampung
indahnya kehidupan sang Imam. Sungguh sangat terbatas ungkapan dan uraian untuk
bisa memaparkan kilauan cahaya yang memancar dari kemulian jiwanya. Perjalanan
hidup orang yang meneladai panutan manusia dengan sempurna, cukuplah itu sebagai
cermin bagi kita, yang sering membanggakannya namun jauh darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar