Powered By Blogger

Minggu, 26 Mei 2013

Bentuk-bentuk Introspeksi Diri


  1. Introspeksi diri sebelum beramal
Yang bisa dilakukan untuk tujuan ini ialah de­ngan melihat dan memperhatikan keinginan jiwa ketika akan berbuat. Hendaknya dia menilai apa­kah keinginan yang terlintas itu untuk kebaikan dan ada manfaatnya ataukah kejelekan semata. Jika baik maka bisa dikerjakan, namun jika tidak hen­daknya dibatalkan. Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: "Semoga Alloh merahmati seseorang yang bisa me­nilai ketika timbul keinginannya. Jika keinginannya karena Alloh dia teruskan, namun apabila untuk selain-Nya dia akhirkan."1
Jenis muhasabah sebelum beramal ini sangat penting untuk menimbang apakah amalan yang akan kita kerjakan baik ataukah jelek, ikhlas kare­na Alloh عزّوجلّ ataukah ingin riya'. Agar benar-benar amalan kita diterima di sisi Alloh عزّوجلّ dan tidak sekedar beramal tanpa mempedulikan akibatnya, sehingga termasuk dalam firman Alloh عزّوجلّ yang berbunyi:
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَاراً حَامِيَةً
"Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sa­ngat panas (neraka)." (QS. al-Ghosyiyah [88]: 3-4)

  1. Introspeksi diri setelah beramal
Jenis introspeksi ini ada tiga bentuk:
    • Introspeksi diri terhadap ketaatan yang su­dah dikerjakan akan tetapi masih ada celah-celah yang kurang. Yang harus dipenuhi ke­tika mengerjakan ketaatan adalah ikhlas dan mutaba'ah Rosululloh صلي الله عليه وسلم . Hendaklah dua perkara ini menjadi inti perhatiannya dalam beramal.
    • Introspeksi diri terhadap seluruh perbuatan yang bila ditinggalkan akan lebih baik daripada diker­jakan. Contoh kongkretnya adalah bila mengerjakan kemaksiatan atau mengerjakan perbuatan yang tidak wajib hingga perkara yang wajib ter­lalaikan, seperti orang yang sholat tahajjud se­malam suntuk hingga sholat subuhnya terlewat­kan.
    • Introspeksi diri terhadap perkara yang boleh atau kebiasaan. Yaitu dengan bertanya diri sendi­ri apakah saya mengerjakannya ada niat ibadah ataukah sekedar rutinitas biasa. Karena perkara yang boleh bisa bernilai ibadah jika diniatkan ibadah. Sahabat Mulia Mu'adz bin Jabal 4& per­nah berkata:
أَمَّا أَنَا فَأَقُومُ وَأَنَامُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي
"Adapun saya, maka saya sholat dan tidur. Dan saya berharap dalam tidur saya apa yang saya harapkan dalam sholat saya." (HR. al-Bukhori: 4086, Mus­lim: 1733)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar