1. Peternak Lebah ala Gus Dur
Saat Presiden Abdurrahman Wahid menjabat, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun) tidak henti didemo. Setiap hari ada saja
kelompok yang berdemonstrasi di departemen yang saat itu dipimpin Nur Mahmudi
Ismail.
Tuntutan mereka sama, yang mendeseak pembatalan pengangkatan
Sutjipto sebagai Sekjen Dephutbun.
"Sutjipto terlalu tua, copot saja!" teriak salah
satu pendemo. "Sutjipto bukan pejabat karir, berikan saja jabatan itu
kepada orang dalam!" pekik yang lain. "Pengangkatan
SutjiptoberbauKKN,copotsaja,"bunyi tulisan sebuah poster yang diacungkan.
Rentetan demonstrasi yang sempat melumpuhkan sebagian
kegiatan Dephutbun itu. Pasalnya, tidak sedikit karyawan yang ikutan berdemo,
yang pada akhirnya menyerempet posisi Menteri Nur Mahmudi sendiri. Tapi
Presiden berkeras supaya Sutjipto dipertahankan.
Dalam suasana seperti itulah cucu KH Hasyim Asy'ari itu, melantik pengurus Perhimpunan Peternak
Lebah di Jakarta akhir Maret 2000.
Dalam pidatonya, Gus Dur antara lain memaparkan mengenai
kondisi peternakan lebah terkini.
"Kita ini setiap tahun masih mengimpor 350 ribu ton
lebah dari luar negeri," tutur dia.
" Lah , orang-orang yang berdemo itu, daripada mendemo
menterinya mbok lebih baik beternak lebah, supaya kita tidak mengimpor
lagi!" pinta Gus Dur.
2. Fenomena 'Gila' Gus Dur
Konon, guyonan mantan Presiden Abdurrahman Wahid selalu
ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan, termasuk presiden dari berbagai negara.
Pernah suatu ketika, Gus Dur membuat tertawa Raja Saudi yang
dikenal sangat serius dan hampir tidak pernah tertawa. Oleh Kiai Mustofa Bisri
(Gus Mus), momentum tersebut dinilai sangat bersejarah bagi rakyat
Negeri Kaya Minyak. "Kenapa?" tanya Gus Dur.
"Sebab sampeyan sudah membuat Raja ketawa sampai giginya kelihatan. Baru kali ini rakyat Saudi melihat
gigi rajanya," jelas Gus Mus, yang disambut gelak tawa Gus Dur.
Melekatnya predikat humoris pada Presiden RI yang keempat
itu pun sempat membuat Presiden Kuba Fidel Alejandro Castro Ruz penasaran.
Suatu ketika, keduanya berkesempatan bertemu.
Seperti yang diceritakan oleh mantan Kepala Protokol Istana
Presiden Wahyu Muryadi pada tayangan televisi, Fidel Castro bertanya kepada Gus
Dur mengenai joke teranyarnya.
Dijawablah oleh Gus Dur, "Di Indonesia itu terkenal
dengan fenomena 'gila',".
Fidel Castro pun menyimak pernyataan mengagetkan tersebut.
"Presiden pertama dikenal dengan gila wanita. Presiden
kedua dikenal dengan gila harta. Lalu, presiden ketiga dikenal gila
teknologi," tutur Gus Dur yang kemudian terdiam sejenak.
Fidel Castro pun semakin serius mendengarkan lanjutan cerita.
"Kemudian, kalau presiden yang keempat, ya yang milih
itu yang gila," celetuk Gus Dur.
Fidel Castro pun diceritakan terpingkal- pingkal mendengar
dag elan tersebut.
3. Cerita Gus Dur Soal Naik Kereta
Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak
melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian
nekat untuk berpergian jauh menggunakankeretaapi.
"Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir
bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?" ledek si dokter.
"Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget
loh!" jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.
"Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat
terbang?" tanya dokter.
" Oho .. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih
cepat dari pesawat," kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September
1940 ini.
"Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat
itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api," cecar sang dokter.
" Wah , Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih
cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api
nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih .. pasti bakalan jauh lebih cepat
dari pesawat," jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter.
4. Obrolan Para Presiden
Saking udah bosannya keliling dunia, Gus Dur coba cari
suasana di pesawat RI-01. Kali ini dia mengundang Presiden AS dan Perancis terbang
bersama Gus Dur buat keliling dunia. Boleh dong, emangnya AS dan Perancis aja yg
punya pesawat kepresidenan. Seperti biasa... setiap presiden selalu ingin
memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negerinya.
Tidak lama presiden Amerika, Clinton mengeluarkan tangannya
dan sesaat kemudian dia berkata: "Wah kita sedang berada di atas New
York!"
Presiden Indonesia (Gus Dur): "Lho kok bisa tau
sih?"
"Itu.. patung Liberty kepegang!", jawab Clinton
dengan bangganya.
Ngga mau kalah presiden Perancis, Jacques Chirac, ikut
menjulurkan tangannya keluar. "Tau nggak... kita sedang berada di atas
kota Paris!", katanya dengan sombongnya.
Presiden Indonesia: "Wah... kok bisa tau juga?"
"Itu... menara Eiffel kepegang!", sahut presiden
Perancis tersebut.
Karena disombongin sama Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur
yang menjulurkan tangannya keluar pesawat...
"Wah... kita sedang berada di atas Tanah
Abang!!!", teriak Gus Dur.
"Lho kok bisa tau sih?" tanya Clinton dan Chirac
heran karena tahu Gus Dur itu kan nggak bisa ngeliat.
"Ini... jam tangan saya ilang...", jawab Gus Dur
kalem.
5. Sate Babi
Suatu ketika Gus Dur dan ajudannya terlibat percakapan
serius. Ajudan: Gus, menurut Anda makanan apa yang haram? Gus Dur: Babi Ajudan:
Yang lebih haram lagi Gus Dur: Mmmm ... babi mengandung babi! Ajudan: Yang
paling haram? Gus Dur: Mmmm ... nggg ... babi mengandung babi tanpa tahu
bapaknya dibuat sate babi!
6. Gus Dur Diplintir Media
Gus Dur, dalam satu acara peluncuran biografinya,
menceritakan tentang kebiasan salah kutip oleh media massa atas berbagai
pernyataan yang pernah dikeluarkannya.
Dia mencontohkan, ketika berkunjung ke Sumatera Utara
ditanya soal pernyataan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew tentang gembong
teroris di Indonesia, dia mengatakan, pada saatnya nanti akan mengajarkan
demokratisasi di Singapura. Namun, sambungnya, media massa mengutip dia akan
melakukan demo di Singapura.
Walah ... walah, gitu aja kok repot!
7. Kuli dan Kyai
Rombongan jamaah haji NU dari Tegal tiba di Bandara King
Abdul Aziz, Jeddah Arab Saudi. Langsung saja kuli-kuli dari Yaman berebutan
untuk mengangkut barang-barang yang mereka bawa. Akibatnya, dua orang di antara
kuli-kuli itu terlibat percekcokan serius dalam bahasa Arab.
Melihat itu, rombongan jamaah haji tersebut spontan merubung
mereka, sambil berucap: Amin, Amin, Amin!
Gus Dur yang sedang berada di bandara itu menghampiri
mereka: "Lho kenapa Anda berkerumun di sini?"
"Mereka terlihat sangat fasih berdoa, apalagi pakai
serban, mereka itu pasti kyai."(//ahm)
8. Kaum Almarhum
MungkinkahGusDurbenar-benarpercaya pada
isyarat dari makam-makam leluhur?
Kelihatannya dia memang percaya, sebab Gus
Dur selalu siap dengan gigih dan sungguh-sungguhmembela"ideologi"nya
itu. Padahal hal tersebut sering membuat repot para koleganya.
Tapi, ini mungkin jawaban yang benar, ketika ditanya kenapa
Gus Dur sering berziarah ke makam para ulama dan leluhur.
"Saya datang ke makam, karena saya tahu. Mereka yang
mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi." Katanya.
9. Pengalaman Gus Dur Naik Haji
Gus Dur seperti tidak pernah kehabisan cerita, khususnya
yang bernada sindiran politik. Menurut dia, ada kejadian menarik di masa
pemerintah Orde Baru.
Suatu kali Presiden Soeharto berangkat ke Mekkah untuk
berhaji. Karena yang pegi seorang persiden, tentu sejumlah menteri harus ikut
mendampingi. Salah satunya "peminta pertunjuk" yang paling rajin,
Menteri Penerangan Harmoko.
Setelah melewati beberapa ritual haji, rombongan Soeharto
pun melaksanakan jumrah, yakni simbol untuk mengusir setan dengan cara melempar
batu ke sebuah tiang mirip patung. Di sini lah muncul masalah, terutama bagi
Harmoko.
Beberapa kali batu yang dilemparkannya selalu berbalik menghantam jidatnya. "Wah kenapa jadi
begini ya?" cerita Gus Dus menuturkan pernyataan Harmoko yang saat itu
tampak gemetar karena takut.
Lalu Harmoko pindah posisi. Hasilnya sama saja, batu yang
dilemparnya seperti ada yang melempar balik ke arah dirinya. Setelah tujuh kali
lemparan hasilnya selalu sama, Harmoko pun menoleh ke kanan dan ke kiri,
mencari-cariposisipresidenuntuk"minta petunjuk". Setelah ketemu, lalu
dengan lega ia tergopoh-gopoh menghampiri Bapak Presiden.
Namun, sebelum sampai di hadapan Soeharto, ia turut
mendengar bisikan "Hai manuia, sesama setan jangan saling lempar."
10. Cuma Takut Tiga Roda
Suatu hari, saat Abdurarahman Wahid menjabat sebagai
Presiden RI, ada pembicaraan serius. Pembicaraan bertopik isu terhangat
dilakukan selesai menghadiri sebuah rapat di Istana Negara.
Diketahui, pembicaraan itu mengenai wabah demam berdarah
yang kala itu melanda kota Jakarta. Gus Dur pun sibuk memperbincangkan penyakit
mematikan tersebut.
"Menurut Anda, mengapa demam berdarah saat ini semakin
marak di Jakarta Pak?" tanya seorang menterinya.
"Ya karena Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melarang bemo,
becak, dan sebentar lagi bajaj dilarang beredar di Kota Jakarta ini. Padahal
kan nyamuk sini cuma takut sama tiga roda...!"
11. Tak Punya Latar Belakang Presiden
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid memang unik. Dalam situasi
genting dan sangat penting pun dia masih sering meluncurkan joke-joke yang
mencerdaskan.
Seperti yang dituturkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
saat diinterview salah satu televisi swasta. "Waktu itu saya hampir menolak penunjukannya sebagai Menteri Pertahanan. Alasan
saya, karena saya tidak memiliki latar belakang soal TNI/Polri atau
pertahanan," ujar Mahfud.
Tak dinyana, jawaban Gus Dur waktu itu tidak kalah
cerdiknya. "Pak Mahfud harus bisa. Saya saja menjadi Presiden tidak perlu
memiliki latar belakang presiden kok," ujar Gus Dur santai.
Karuan saja Mahfud MD pun tidak berkutik. "Gus Dur
memang aneh. Kalau nggak aneh, pasti nggak akan memilih saya sebagai
Menhan," kelakar Mahfud.
12. Airport Abdurrahman Wahid
Pada akhir April 2000, Gus Dur sempat ke Malang, dan
mendarat di Bandara Abdurrahman Saleh. Ini mengingatkan dia pada peristiwa belasan
tahun silam, ketika dia mendarat di bandara yang sama dari Jakarta, saat masih
ada penerbangan reguler dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Malang.
Waktu itu Gus Dur bersama antara lain Almarhum Jaksa Agung
Sukarton Marmosujono. Sebagaimana lazimnya untuk rombongan orang penting,
mereka pun disambut oleh pasukan Banser NU.
Ketika romobongan sudah berangkat ke Selorejo, sekitar 60
kilometer dari bandara, petugas Banser melapor pada poskonya melalui handy
talky.
"Halo, halo, rojer," kata Mas Banser. "Lapor:
AbdurahmanSalehsudahmendaratdi airport Abdurrahman Wahid!"
Yah, kebalik.
13. Buto Cakil Pembayar Demonstran?
Punakawan selalu digambarkan sebagai kstaria. Musuhnya
jelek-jelek semua, misalnya Buto Cakil. Punakawan sering diculik, dibawa
berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Tapi, menurut Ki Tedjo, sekarang semuanya serba tak jelas.
Perilaku kesatria pun tak jelas. Yang jadi Punakawan pun tak jelas. Yang
disebut istana pun tak jelas. Sebab saat ini masih banyak istana, ada yang di
Cendana, ada yang di sana, pokoknya di mana-mana.
"Supaya rakyat tentram, mbok ya (para elite politik)
itu kalau berantem caranya yang cerdas lah. Rakyat seperti kita ini kan juga
perlu tahu. Bukan begitu, Gus?"
"Sebelum tahu istananya, harus tahu dulu siapa
demonstrannya," jawab Gus Dur.
"Ya sebelum tahu demonstrannya, harus tahu dulu siapa
yang membayari."
14. Tukang Santet Jakarta
Main hakim sendiri seakan sudah dianggap normal oleh
masyarakat kita. Pelakunya bukan cuma rakyat biasa, tapi sering justru aparat
yang berwenang. Paling tidak penghakiman dilakukan di depan aparat.
Sampai-sampaimajalahTempo,jauh sebelum pembredelan pernah "menghitamkan" beberapa halamannylah sebagai tanda
prihatin. Para pembaca Tempo tentu kaget dan heran. Bermacam dugaan pun segera
muncul. Gus Dur termasukyangherandanmenduga-duga. "Mengapakah Tempo dibuat
hitam seperti itu?" tanya Gus Dur dalam "kuis imajiner"- nya.
"Karena reportase soal tukang santet dan bromocorah
Jember."
"Siapakah yang memerintahkan penghitaman itu?"
"Tukang santet dan bromocorah Jakarta."
15. Keliling Dunia Tidak Mati Kok!
Empat dokter ahli menyampaikan analisis negatif terhadap
kesehatan Gus Dur kepada DPR. Jauh sebelumnya, salah satu Ketua DPP Partai
Golkar Agung Laksono juga pernah mengungkit masalah itu. Agung, yang juga dokter, mengusulkan agar Presiden Gus Dur
diperiksa oleh tim dokter independen. Usul itu disetujui oleh Ketua MPR Amien
Rais.
Saat Gus Dur berkunjung ke Kairo, wartawan pun menanyakan
usulan Agung Laksono itu. "Kalau mau tahu soal kesehatan sata, tanya saja
sama dokter yang pernah memeriksa saya," jawab Gus Dur serius.
Kalau belum percaya? "Gampang saja, saya keliling
(dunia) ini tidak mati kok," jawab Gus Dur menekankan betapa sehatnya dia.
Tapi kemudian Gus Dur bilang, "Masalah begitu jangan tanya sayalah. Saya
sudah malas menjawabnya. Punya ambisi politik saja kok sampai begitu."
16. Panglima AL Paraguay
Paraguay dikenal sebagai salah satu negara yang tidak
mempunyai laut. Tapi anehnya, negara Amerika Latin ini punya panglima angkatan
laut.
Suatu ketika, kata Gus Dur, Panglima AL Paraguay ini
berkunjung ke negara Brasil. Dalam kunjungan itu ia menemui Panglima AL Brasil.
Salah seorang staf AL Brasil yang ikut menemuinya bertanya seenaknya, "Negara bapak itu
aneh ya. Tidak punya laut, tapi punya panglima seperti Bapak."
Dengan kalem sang tamu pun menanggapio, "Negeri Anda
ini juga aneh, ya. Hukumnya tidakberjalan,tapimerasaperlu mengangkat seorang
menteri kehakiman."
17. Orang NU Gila
Rumah Gus Dur di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan,
sehari-harinya tidak pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam,
bahkantakjarangsampaidinihariparatamu ini datang silih berganti baik yang dari
kalangan NU ataupun bukan. Tak jarang mereka pun datang dari luar kota.
Menggambarkan fanatisme orang NU, kata Gus Dur, menurutnya
ada 3 tipe orang NU. “Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam
sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang
punya komitmen dan fanatik terhadap NU,” tegas Gus Dur.
Orang NU jenis yang kedua, mereka yang meski sudah larut
malam, sekitar jam dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu
Gus Dur untuk membicarakan NU, “Itu namanya orang gila NU,” jelasnya.
“Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu
rumah saya jam dua dinihari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang
gila,” kata Gus Dur sambil terkekeh.
18. Lupa Tanggal Lahir
Gus Dur, nama lengkapnya adalah Abdurrahma Al-Dakhil. Dia
dilahirkan pada hari Sabtu di Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Ada rahasia dalam
tanggal kelahirannya. Gus Dur ternyata tidak tahu
persistanggalberapasebenarnyadia dilahirkan.
Sewaktu kecil, saat dia mendaftarkan diri sebagai siswa di
sebuah SD di Jakarta, Gus Dur ditanya, " Namamu siapa Nak?"
"Abdurrahman," jawab Gus Dur.
"Tempat dan tanggal lahir?' "Jombang ...,"
jawab Gus Dur terdiam beberapa saat. "Tanggal empat, bulan delapan, tahun
1940," lanjutnya
Gus Dur agak ragu sebab dia menghitung dulu bula
kelahirannya. Gus Dur hanya hapal bulan Komariahnya, yaitu hitungan berdasarkan
perputaran bulan. Dia tidak ingat bulan Syamsiahnya atay hitungan berdasarkan
perputaran matahari.
Yang Gus Dur maksud, dia lahir bulan Syakban, bulan
kedelapan dalam hitungan Komariag. Tetapi gurunya menganggap Agustus, yaitu
bulan delapan dalam hitungan Syamsiah.
Maka sejak itu dia dianggap lahir pada tanggal 4 Agustus
1940. Padahal sebenarnya dia lahir pada 4 Syakban 1359 Hijriah atau 7 September
1940.
19. Santri Dilarang Merokok
"Para santri dilarang keras merokok!" begitulah
aturan yang berlaku di semua pesantren, termasuk di pesantren Tambak Beras
asuhan Kiai Fattah, tempat Gus Dur pernah nyatri. Tapi, namanya santri, kalau tidak bengal dan
melanggar aturan rasanya kurang afdhol.
Suatu malam, tutur Gus Dur, listrik di pesantren itu
tiba-tiba padam. Suasana pun jadi gelap gulita. Para santri ada yang tidak
peduli, ada yang tidur tapi ada juga yang terlihat jalan-jalan mencari udara
segar. Di luar sebuah rumah, ada seseorang sedang
duduk-duduk santai sambil merokok. Seorang santri yang kebetulan melintas di
dekatnya terkejut melihat ada nyala rokok di tengah kegelapan itu.
"Nyedot, Kang?" sapa si santri sambil menghampiri
"senior"-nya yang sedang asyik merokok itu. Langsung saja orang itu
memberikan rokok yang sedang dihisapnya kepada sang "yunior". Saat
dihisap, bara rokok itu membesar, sehingga si santri mengenali wajah orang
tadi.
Saking takutnya, santri itu langsung lari tunggang langgang
sambil membawa rokok pinjamannya. "Hai, rokokku jangan dibawa!"
teriak Kiai Fatta.
20. Doa Mimpi Matematika
Jauh sebelum menjadi presiden, Gus Dur dikenal sebagai
penulis yang cukup produktif. Hampir tiap pekan tulisannya muncul di koran atau
majalah. Tema tulisannya pun beragam, dari soal politik, sosial, sastra, dan
tentu saja agama.
Dia pernah mengangkat soal puisi yang ditulis oleh anak-anak
di bawah usia 15 tahun yang dimuat majalah Zaman.
Kata Gus Dur, anak-anak itu ternyata lebih jujur dalam
mengungkapkan keinginannya. Enggak percaya? Gus Dur membacakan puisi yang
dibuat Zul Irwan
Tuhan … berikan aku mimpi malam ini tentang matematika yang
diujikan besok pagi
21. Obrolan Hari Jumat
Pernah suatu ketika Gus Dur di ruang kerjanya di Istana
Merdeka menerima Mohammad Sobary, peneliti dari LIPI, kolumnis dan pernah
menjadi pemimpin Kantor Berita Antara dan Djohan Effendi (Kepala Litbang
Departemen Agama).
HampirsepanjanghariGusDurberbincang- bincang dengan kedua
sahabatnya tersebut. Sobary sempat menjadi moderator ketika berlangsung dialog
antara Gus Dur dengan masyarakat seusai shalat Jumat di Masjid Baiturrahim
(Masjid Istana Kepresidenan).
Sobary lantas mengulang cerita Gus Dur tentang hal lucu yang
terjadi di sekitar Gus Dur selama masa istirahat. Sebelum shalat Jumat, Gus Dur
dari ruang kerjanya menelepon Menteri Agama di kantornya. Kebetulan yang
mengangkat telepon di kantor Menteri Agama adalah seorang staf menteri.
Dialognya demikian:
Gus Dur: Hallo, saya mau bicara dengan Menteri Agama Staf
Departemen Agama: Ini siapa?
Gus Dur: Saya Abdurrahman Wahid Staf Departemen Agama:
Abdurrahman Wahid siapa?
Gus Dur: Presiden.....
22. Dua Gus Adalah Musuh Orba
Di kalangan Nahdliyin, Gus adalah julukan bagi anak kiai
yang mereka hormati . Panggilan hormat itu tetap melekat, bahkan sampai si anak
sudah jadi bapak atau kakek . Begitulah, menurut Gus Dur, ada Gus Nun, Gus Mus,
dan lain-lain-anpa menyebut diri sendiri.
Lain sikap hormat kalangan Nahdliyin, lain pula pandangan
pemerintah Orde Baru. Yang terakhir ini tak suka dengan para Gus itu, terutama
yang kritis terhadap kekuasaan.
Kekritisan Gus Dur terhadap pemerintah Orde Baru
mengakibatkan ia "dikucilkan." Gus Nun sering ngomong pedas, maka
dianggap musuh pemerintah juga .
Tapi , kata Gus Dur, di acara jamuan makan malam bersama
tamu-tamunya, sebenarnya ada satu "Gus" lagi yang tidak disukai
pemerintah .
Para tamu pun penasaran, dan menunggu Gus siapa lagi
gerangan yang dimaksud .
"Gusmao...," ungkap Gus Dur menyebut nama belakang
Kay Rala Xanana (sekarang Presiden Timor Leste), pemimpin Fretilin yang saat itu masih
di penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar